Senin, 24 September 2018

Purbasari Make Up: Pelembab


Sebenarnya saya tidak ada niat membeli pelembab ini, kasarnya bisa dikatakan saya terpaksa membelinya. Hehehe. Bulan Februari 2018 lalu saya pergi berlibur dengan teman-teman saya ke Belitung sekaligus saya ingin memenuhi undangan dari sepupu saya yang menikah di sana. Tujuan jika berlibur ke Belitung, selain yang berkaitan dengan novel dan film Laskar Pelangi, tentunya ingin bermain di pantai.

Singkat cerita kami mengunjungi Pulau Lengkuas, inilah yang membuat kulit kami terbakar (bermain di pantai atau pulau tujuannya agar kulitnya terbakar, kan?) tapi saya yang mengalami paling parah. Kalau hanya sekedar warna kulit yang menggelap saya masih wajar tapi yang saya alami adalah kulit saya juga mengelupas seperti orang berganti kulit. Dan itu terjadi tidak hanya di wajah saya tapi juga terjadi di tangan dan kaki saya! Karena tiga bagian tersebut terpapar sinar matahari langsung. Saya saja ngeri melihat diri saya saat itu, apalagi orang lain! Hahahaha.

Di sini produk Innisfree memiliki peran penting dalam mengembalikan wajah, tangan, dan kaki saya kembali seperti semula. Saat itu juga produk Innisfree saya yang hanya ukuran kecil habis dengan cepat karena saya pakai setiap hari di bagian yang mengelupas. Hehehe. (Namanya juga gratisan, masa mau yang ukuran besar!).. Ternyata produk perawatan wajah Innisfree bisa cocok di anggota tubuh saya yang lainnya, ini yang menjadi alasan saya jatuh cinta dengan Innisfree.

Saya mau membahas Purbasari kenapa malah Innisfree terus yang disebut? Hehehe. Jadi saya menyimpulkan jika wajah saya membutuhkan pelembab yang sangat intensif karena kejadian ini. Kulit saya yang mengelupas terlihat kering jadi memang harus dilembabkan dengan bantuan pelembab karena suhu di Belitung yang saat itu sangat panas.

Saat itu pelembab Innisfree saya habis dan saya di Belitung masih lama, keuangan dan keadaan juga tidak memungkinkan untuk membeli Innisfree karena ongkos kirim ke Belitung mahal sekalipun dari Jakarta. Huhuhu. Akhirnya saya pergi ke salah satu super market besar yang ada di Belitung. Tidak banyak pilihan yang ada karena semuanya merk lokal yang saya tidak tertarik. Saya pun memutuskan membeli pelembab Purbasari ini, tentunya dengan harapan yang tidak muluk karena sebelumnya pernah kecewa dengan ekspektasi saya sendiri. Hahaha. Setidaknya wajah saya jangan sampai lebih parah daripada tidak dipoles pelembab.

Purbasari terkenal dengan lulur dan make up-nya di mana saat itu Purbasari masih in karena lipstick-nya memiliki harga yang sangat terjangkau tapi cetar membahana, mampu bersaing dengan lipstick merk lokal maupun luar yang harganya lumayan. Hehehe. Saya lupa ada pelembab merk apa saja di super market tersebut (bahkan saya tidak menemukan Pond's saat itu) dan Purbasari inilah yang berat untuk saya beli karena saya malas mencari toko lain lagi.


Pelembab ini saya katakan unik karena mengandung ekstrak buah markisa. Dari sekian banyak merk pelembab, sabun mandi, bahkan makanan maupun minuman, jarang yang menjadikan markisa sebagai ikonnya. Pelembab ini selain melembabkan juga dapat mengontrol minyak di wajah serta mengandung UV Filter sehingga pelembab ini membingungkan saya antara istilah UV Filter, UV Protection maupun SPF. Hahahaha. Yang saya pahami, istilah tersebut sebaiknya digunakan pada siang hari.

Pelembab ini bersifat mengontrol minyak sehingga saya merasa wajah saya mengering saat menggunakannya. Kering yang saya rasakan lebih ke kering tidak enak, kering yang benar-benar kering, berbeda saat saya menggunakan pelembab Innisfree. Hehehe. Tapi saya rasa tidak pantas membandingkan Innisfree dengan Purbasari karena harganya saja 1:50. Huhuhu. Tadinya saya mau menggunakannya juga di tangan dan kaki saya tapi saya urungkan karena wajah saya memberikan efek yang tidak bagus.

Saya menggunakan pelembab ini seminggu berturut-turut tapi rasanya tetap kering di wajah saya tapi wajah saya tidak berjerawat walaupun kering. Mungkin karena ini pelembab untuk dasar sebelum memakai riasan sementara saya menggunakannya begitu saja, bahkan saya tidak memakai bedak kalau tidak ke mana-mana. Hehehe. Sedihnya saya baru sadar setelah membelinya kalau pelembab ini sebaiknya tidak dipakai saat malam hari padahal saya lebih suka memakai pelembab yang dibawa tidur. Dan saya rasa saya tidak akan repurchase pelembab ini. Hehehe.

Minggu, 23 September 2018

Mustika Ratu Peel Off Mask

Saat saya sedang berbelanja di salah satu super market di kota saya, saya hanya ingin melihat-lihat saja tanpa ada niat untuk berbelanja. Kejadiannya awal tahun 2018 ini, awal-awal Januari kalau tidak salah. Saat berada di bagian produk kecantikan, mata saya tertuju dengan produk ini. Saya langsung menuju produk ini dan melihat-melihat tulisan yang tertera.


Tulisan "Mustika Ratu" di kemasannya berbentuk hologram jadi sulit mengambil foto yang lurus karena pengaruh cahaya. Jadi ya miring kiri miring kanan ya fotonya. Hehehe.


Saat itu saya langsung teringat produk peel off mask-nya Freeman Beauty. Hahahaha. Dalam hati saya bergumam, "Wah, ternyata ada peel off mask merk lokal". Saya norak karena baru pertama kali melihat peel off mask merk lokal. Hahaha. Saya lupa harganya berapa tapi ya tidak semahal Freeman Beauty. Akhirnya saya memutuskan untuk membelinya karena penasaran. Saat itu saya berpikir, "Kalau cocok kan lumayan, apalagi Mustika Ratu memang sudah lama mengeluarkan berbagai produk kecantikan lokal, bisa menyelamatkan keuangan". Hehehe.

Sejak saya membelinya beberapa bulan lalu, saya baru memakainya dua kali! Hahaha. Ternyata ekspektasi saya terlalu tinggi untuk masker ini! Pertama, saya kira masker ini warnanya kuning karena variasi lemon tapi ternyata warnanya bening dan aromanya lemon. Walaupun aromanya lemon tapi aromanya manis-manis produk kecantikan kebanyakan.

Kedua, saya kira juga produk ini bakal seperti peel off mask-nya Freeman Beauty atau merk lainnya (kalau melihat dari reklame sih, bukan pengalaman sendiri). Jadi saya kira benar-benar bisa ditarik sekaligus yang hasilnya membentuk wajah seperti masker wajah yang sekali pakai. Hehehe. Kenyataannya? Boro-boro mau ditarik begitu, mau ditempel ke wajah saja sulit, keburu kering di jari tangan! Huhuhu. Ya, masker ini akan cepat mengering ketika terkena udara.

Saya yang tidak sabaran tentunya menjadi bad mood. Akhirnya saya langsung oles-oles saja di wajah tanpa peduli jari saya sudah tebal dengan masker yang sudah lebih dulu mengering, yang penting semua wajah tertutup masker. Saat mau melepas maskernya, saya seperti orang yang berganti kulit! Hahahaha. Benar-benar jauh dari ekspektasi saya! Huhuhu.


Tidak ada petunjuk penggunaan khusus yang disebutkan untuk menggunakan masker ini. Hanya disebutkan, "hindari area sekitar mata, lepaskan dari wajah, dan bersihkan dengan air hangat". Saya karena emosi jadi lupa untuk membersihkan wajah dengan air hangat setelah melepas maskernya. Hehehe. Penggunaan pertama dan kedua saya lakukan di minggu yang sama dan hasilnya tidak terlihat di saya. Hehehe.

Sekarang saya bingung bagaimana mau menghabiskan masker ini. Sayang saja sudah dibeli kalau tidak dihabiskan. Dan saya tidak mau repurchase masker ini. Saya tidak bermaksud menjelekkan masker ini karena memang saya yang berekspektasi terlalu tinggi, juga tidak semua produk kecantikan cocok dan memberikan efek maksimal yang sama di setiap orang :)

Jumat, 21 September 2018

Mamonde Rose Water Gel Cream and Toner

Mamonde merupakan produk perawatan wajah yang baru saya coba di bulan September 2018 ini. Ulasan kali ini akan lebih panjang dari ulasan-ulasan sebelumnya karena ini masih baru sehingga masih fresh apa yang ingin diulas. Hehehe.


Awal mula membeli ini karena saya iseng. Hehehe. Saya melihat-lihat online shop yang menjual perawatan wajah karena saya sedang membutuhkan toner dan pelembab. Saya juga sempat melihat unggahan seorang selebgram yang sedang hamil, dia cocok menggunakan air mawar (bukan Mamonde) untuk perawatan wajahnya. Kebetulan Mamonde ini ada komposisi mawarnya juga jadi saya tertarik mencobanya, tentunya dengan ekspektasi tinggi jika wajah saya akan cocok dengan produk ini.

Saya tidak tahu ini asli atau tidak tapi saya berpikir positif ini asli sehingga memutuskan membelinya. Hehehe. Harganya 55 ribu rupiah untuk dua produk ini, lumayan murah untuk sekedar coba-coba dibandingkan membeli ukuran besar. Apalagi jika dibandingkan dengan merk Innisfree dan Laneige dengan ukuran yang sama, ini harganya lebih murah. Hahahaha.


Saya mau mengulas toner-nya terlebih dulu. Saya tidak suka dengan aroma toner-nya karena terlalu manis di saya. Aromanya juga agak mirip dengan air mawar merk lokal, yang untuk mencairkan masker bubuk. Awal memakai tonernya, biasa saja sih. Hehehe. Itu dikarenakan saya lebih ke menahan nafas karena aromanya.

Sebelum memakai toner ini, saya membersihkan wajah dengan pembersih wajah Freeman Beauty (awet ya pembersih wajahnya, hampir setahun tidak habis-habis), jadi area wajah saya yang merah (area berpori-pori besar) makin terlihat merah tapi jadi lebih dingin. Katanya, toner ini bisa dijadikan spray seperti air kangen dan bisa juga dituang ke beberapa kapas sehingga menjadi masker wajah. Tapi karena yang saya beli ukuran mini, tidak mungkin dijadikan spray atau masker kan? Hehehe.


Selanjutnya krim wajah atau pelembabnya. Sama seperti Innisfree Orchid Enriched Cream, pelembab ini juga berfungsi sebagai anti aging dan tidak mengandung SPF atau UV Protection. Aromanya manis tapi tidak semanis aroma toner-nya jadi saya masih baik-baik saja menciumnya. Hehehe. Pelembabnya tidak lengket tapi tidak cepat menyerap juga dan nyaman-nyaman saja di saya. Sama seperti memakai toner-nya, memoles pelembab ini juga ada rasa panas dingin di wajah. Hahaha. Ya, di bagian yang memerah saya merasa sedikit panas tapi di bagian lain dingin.

Pelembab ini saya gunakan hanya pada malam hari dan tidak hanya saya gunakan di wajah tapi juga di tangan dan kaki karena tangan dan kaki saya kering. Ini murni keisengan saya karena penasaran. Hahaha. Keesokan paginya wajah saya tidak berjerawat dan terlihat lebih cerah ceria. Masih ada rasa pelembabnya sesudah saya membasuh wajah dengan air, jadi harus menggunakan pembersih wajah agar rasa pelembabnya benar-benar hilang. Begitu juga dengan tangan dan kaki, harus mandi menggunakan sabun agar rasa pelembabnya hilang. Walaupun wajah saya tidak berjerawat setelah penggunaan pertama, tapi efek yang paling mencolok justru ada di kaki saya. Hahahaha.

Ada perasaan bahagia di hati karena penggunaan pertama menunjukkan indikasi kecocokan dan membuat saya yakin untuk repurchase. Ya, salah satu yang membuat hati wanita bahagia adalah produk perawatan wajah yang dicobanya cocok. Hehehe. Setidaknya saat saya benar-benar kehabisan pelembab dan toner, keuangan saya tidak mampu membeli Innisfree, ada Mamonde ini sebagai alternatifnya. Hahaha.

Tapi ternyata kebahagiaan saya hanya sesaat. Huhuhu. Karena efek pertama yang bagus jadi saya rutin menggunakannya selama dua minggu, setiap malam tanpa selip. Saya tidak menemukan petunjuk penggunaan produk ini, berapa kali boleh digunakan selama seminggu sehingga saya menggunakannya setiap malam. Hehehe. Setelah rutin selama dua minggu, ada satu malam di mana saya benar-benar lelah, jenuh, dan malas membersihkan wajah. Akhirnya saya ketiduran dan tidak membersihkan wajah dengan banyak langkah, hanya membasuh wajah dengan air. Keesokan paginya wajah saya langsung berjerawat, besar dan banyak di area dagu dan sekitar mulut. Malamnya langsung saya pakai rangkaian perawatan wajah dengan banyak langkah tapi keesokan paginya masih berjerawat juga.

Memang yang namanya jerawat ini sangat menyebalkan, bisa muncul dengan sangat cepat tapi kempesnya sangat lama, boro-boro lenyap. Huhuhu. Akhirnya saya memutuskan untuk puasakan wajah saya dari semua produk perawatan wajah. Ada ketakutan jika produk ini palsu atau memberikan efek ketergantungan di wajah saya. Saya berpikir demikian karena produk lain yang pernah saya coba dan ulas, tidak menimbulkan efek demikian. Entah karena saya menggunakan ini rutin dan yang lain tidak atau ada faktor lain.

Saat saya menulis dan mengunggah tulisan ini pun, wajah saya masih banyak jerawat dan juga kusam. Itu karena efek puasa dari semua produk perawatan wajah, jadi benar-benar hanya membasuh wajah dengan air. Tadinya yang saya sangat yakin untuk repurchase, sekarang jadi berpikir ulang. Hehehe. Semoga wajah saya segera pulih. Aamiin.

Rabu, 19 September 2018

Viva Milk Cleanser and Face Tonic

Setelah saya memiliki beberapa produk perawatan wajah, teman saya menegaskan jika kita harus melakukan yang namanya double cleansing. Hal ini bertujuan agar kotoran, debu, minyak, sisa riasan, serat benang, dan lainnya benar-benar terangkat dari wajah. Teman saya merekomendasikan Viva untuk membersihkan wajah sebelum menggunakan facial foam. Katanya karena Viva merk lokal, sudah lama, harganya bersahabat jadi kalau tidak cocok tidak terlalu perih. Hahahaha.


Viva ini banyak variasinya ya, disesuaikan saja dengan kondisi wajah masing-masing. Kebetulan wajah saya berminyak dan berjerawat jadi saya memilih variasi lemon dan ini sudah botol ke sekian yang saya pakai karena cocok di wajah dan di kantong. Hehehe. Dua produk ini merupakan satu kesatuan ya jadi saya ulas sekaligus, tidak satu per satu.

Kalau dibandingkan dengan pembersih wajah Freeman Beauty yang variasi alpukat, aroma pembersih wajahnya kan alpukat banget, kalau Viva lemon ini aromanya tidak terlalu lemon. Saya suka-suka saja dengan aromanya karena tidak terlalu tajam dan manis di hidung. Tapi kalau dibandingkan dengan pelembab Innisfree, saya lebih suka aroma pelembabnya Innisfree. Hehehehe.

Kebiasaan saya saat menggunakan susu pembersih dan toner ini adalah saya akan mendiamkan wajah saya sesaat (kadang lama) sebelum saya melanjutkan membersihkan wajah dengan facial foam. Rasanya wajah saya kenyal, lembut, dan segar saat didiamkan. Ada perasaan tenang juga sehingga membuat saya mengantuk. Hahaha. Kenyal dan lembut didapatkan dari susu pembersih dan rasa segar didapatkan dari toner-nya.

Dari awal pemakaian tidak ada jerawat yang muncul dan saya simpulkan saya cocok dengan produk ini. Kalau produk lain kan tidak setiap hari saya gunakan sementara Viva ini hampir setiap hari (kalau malas tidak datang) jadi saya berani menyimpulkan kecocokan dengan produk ini. Sebelum saya memakai Viva, saya pernah beberapa kali memakai susu pembersih dan toner merk Pond’s milik ibu saya. Ya, hanya sekedar coba-coba tapi saya bisa melihat perbedaannya. Hahahaha. Saya cocok dengan keduanya kok jadi saya tidak bisa menyimpulkan efek mana yang benar dan yang tidak.

Satu-satunya perbedaan mencolok yang saya lihat adalah warna kapas setelah saya menggosok wajah saya, baik dengan susu pembersih maupun toner. Jadi kalau menggunakan Pond’s, kapasnya terlihat berubah warna menjadi cokelat sedangkan kalau Viva warna kapasnya tetap kuning seperti warna susu pembersih dan toner-nya. Saya tidak tahu mana yang benar-benar mengangkat kotoran ya, mengingat warna Pond’s memang putih susu dan Viva yang kuning. Tapi saya tidak ambil pusing karena keduanya tidak membuat wajah saya berjerawat. Hehehehe.

Selasa, 18 September 2018

Freeman Avocado & Oatmeal Foaming Facial Cleanser

Freeman Beauty merupakan merk asal Amerika Serikat yang sampai sekarang belum masuk pasar Indonesia. Tahun 2017 lalu Freeman Beauty menjadi salah satu merk Amerika Serikat yang mampu bersaing dengan merk Korea Selatan dan Jepang di pasar Indonesia. Produk Freeman Beauty yang terkenal adalah masker wajahnya, entah itu clay mask, peel off mask, wash off mask, maupun scrub wajah. Freeman Beauty juga memiliki produk berupa masker kaki yang sampai detik ini belum saya beli. Hahaha.

Saat itu kan saya punya maskernya Innisfree jadi saya tidak mungkin membeli masker dari Freeman Beauty karena tidak bakal habis keduanya. Ya, saya tipe orang perhitungan jadi kalau tidak perlu apalagi tidak penasaran ya tidak saya beli. Hahaha. Saat saya melihat YouTube Channel Suhay Salim, dia menunjukkan jika Freeman Beauty memiliki pembersih wajah juga namun variasinya tidak sebanyak maskernya. Berawal dari situ akhirnya saya penasaran mau membeli pembersih wajahnya Freeman Beauty. Saya mencari di instagram tapi tidak ada yang menjual pembersih wajahnya sehingga saya beralih ke market place yang punya program gratis ongkos kirim. Hehehe. Ada beberapa akun yang menjualnya dan dengan keyakinan penuh akhirnya saya membeli ini.


Dari awal hingga habis, sensasi yang saya rasakan sama. Saya kurang paham ya apakah ini cocok atau tidak di wajah saya. Jadi saya merasa wajah saya panas setelah membersihkan wajah, pipi saya juga memerah (hanya area pipi yang berpori besar), di area sekitar mulut seperti bergetar sendiri. Kalau melihat ini, jelaslah yang saya alami adalah tanda-tanda tidak cocok tapi wajah saya menjadi nyaman disentuh (kecuali area pipi dan sekitar mulut) dan saya tidak berjerawat. Kalian pasti bingung dengan yang saya alami, kan? Tapi saya menganggap cocok dengan ini sih. Hehehe.

Pembersih wajah ini tergolong encer ya, tidak berbentuk gel seperti kebanyakan pembersih wajah merk lain yang dijual di pasaran. Saya kaget saat pertama kali menuangnya ke tangan, isinya langsung terjun bebas ke tangan saya. Hahahaha. Jadi menuangnya cukup dibalik saja, tidak usah ditekan tube-nya, isinya akan keluar sendiri jika isinya masih banyak. Menurut teman saya yang membeli maskernya, ternyata maskernya juga encer. Mungkin ini ciri khas produk Freeman Beauty.

Aroma dari pembersih wajah ini manis (aroma alpukat banget), kalau tidak tahu bisa mengira ini jus alpukat. Hahaha. Pembersih wajah ini seharusnya dibilas dengan air hangat tapi saya membilas dengan air biasa, bisa jadi ini yang menyebabkan wajah saya panas dan memerah. Tadinya saya mau repurchase tapi sangat susah mencari online shop yang menjual ini, baik dalam maupun luar negeri. Tempat saya menjual ini sudah tidak menjualnya lagi.

Lalu ada hal yang menggelitik saya nih. Jadi kan saya baru buka situs resminya Freeman Beauty untuk mencari beberapa informasi dasar agar saya tidak salah tulis di blog ini. Tau apa yang saya temukan? Saya tidak menemukan produk ini di situsnya. Hahahaha.


Ya, yang ada di situs resminya hanya clay mask, tidak ada pembersih wajahnya. Saya langsung mengecek pembersih wajah saya, saya baca dengan teliti tulisan di bagian belakangnya, takut kalau yang saya pakai adalah produk palsu. Bagian belakang pembersih wajah saya sih tertulis begini.


Saya masih ada pikiran positif karena banyak orang yang pernah mengulas ini, saya berpikir kalau mungkin produk ini sudah tidak diproduksi lagi. Dan ini meyakinkan saya untuk tidak repurchase karena takutnya, bila masih ada yang menjual produk ini, produk yang dijual merupakan produk lama yang akan kadaluarsa sebentar lagi.

Senin, 17 September 2018

Laneige Water Sleeping Mask

Beralih ke produk perawatan wajah merk lainnya, yang saya coba adalah Laneige Water Sleeping Mask. Seperti yang kita ketahui jika Laneige harganya sangat-sangat menguras kantong dibanding Innisfree dan merk lainnya, apalagi Brand Ambassador-nya saat itu adalah Song Hye Kyo. Teman saya bilang, "beli saja ukuran kecil, banyak online shop yang jual". 2017 lalu instagram menjadi market place yang banyak digunakan dibanding market place lainnya. Akhirnya saya menemukan sebuah online shop dengan ulasan bagus dan harga terbaik, ditambah memiliki web sendiri (jadi terlihat profesional dan meyakinkan).

Kendala saya saat itu adalah saya akan pindah kota alias pulang kampung untuk selamanya. Huhuhu. Tidak selamanya juga sih, tapi ya saya tidak akan beraktivitas di ibukota dalam waktu lama, sampai saya berjodoh lagi dengan ibukota. Pertimbangan saya saat itu adalah agak tidak rela saja jika harga Laneige yang kurang dari 50 ribu tapi ongkos kirim ke kota saya hampir 20 ribu sementara saat itu saya belum tertarik dengan produk lainnya (jadi benar-benar hanya mau membeli Laneige Water Sleeping Mask). Akhirnya saya menumpang ke alamat teman saya yang di Cibinong karena kalau dikirim ke alamat kos saya, paketnya bisa saja hilang jika saya ternyata lebih dulu pulang kampung. Iya, saya mau pulang kampung dijemput mobil pribadi dan yang mau menjemput tidak bisa memberi kepastian kapan, akan memberi kepastian saat sudah benar-benar di perjalanan menuju ibukota. Dan ternyata Laneige saya sampai saat saya sudah dijemput. Hahahaha.

Saat itu Agustus 2017. Kebetulan memang teman kos saya ada yang akan menikah di September 2017 jadi Laneige saya baru saya ambil satu bulan kemudian. Pada saat saya buka, saya bingung dengan kemasannya yang begini.


Kalau di etalase kan ada tulisan Laneige Water Sleeping Mask di wadahnya, sementara yang saya beli ini tidak ada. Wajar kan kalau saya mengira ini palsu? Hehehe. Saat itu masih ada pikiran, "apa ini share in jar ya?". Tapi di etalase tidak ada keterangannya, benar-benar ini Laneige ukuran kecil. Karena sudah sebulan lebih dari saya membelinya, saya pikir amat sangat terlambat untuk bertanya, apalagi komplain. Setelah saya buka tutupnya, dilihat dari bentuknya sih mirip dengan yang saya coba di rumah teman saya. Hehehe. Akhirnya saya pasrah saja memakainya karena tidak mau rugi. Hahahaha.

Masker tidur ini bentuknya lebih encer dari pelembab tapi lebih kental dari serum. Tidak ada rasa lengket di tangan dan wajah saat digunakan (karena berbahan dasar air). Aroma yang dikeluarkan juga biasa saja karena ini yang original, kalau yang lavender saya tidak tahu. Selain itu juga kita akan merasakan sensasi dingin di wajah beberapa saat.

Saya baru tahu baru-baru ini kalau produk ini hanya boleh digunakan maksimal 3 kali seminggu, sementara saya dulu memakainya setiap malam. Hahaha. Jika masker tidur ini dikombinasikan dengan pelembab Innisfree, hasilnya maksimal di saya! Hehehe. Makanya di ulasan sebelumnya saya bilang pagi saya bahagia karena wajah saya yang kenyal dan nyaman disentuh.

Setelah saya melihat hasil dari masker tidur ini, saya berpikir kalau produk yang saya beli ini tidaklah palsu. Hehehe. Saya akan repurchase lagi, dalam bentuk mini tentunya. Hahaha. Tapi saya mau mencari online shop lain dulu untuk membuktikan, apakah kemasannya ada tulisan Laneige Water Sleeping Mask atau tidak. Hahahaha.

Minggu, 16 September 2018

Innisfree Best Collection Kit For New Member

Masih membahas tentang perawatan wajah yang saya pakai setahun ini. Hehehe. Ketika saya ke gerai Innisfree di Central Park Jakarta untuk membeli rangkaian Super Volcanic Pore Clay Mask, saya ditawari untuk membuat kartu keanggotaan Innisfree sebelum melakukan pembayaran di kasir. Saya pun mengiyakan karena akan mendapat produk Innisfree gratis! Hahaha.


Nah, produk gratis yang didapatkan dari membuat kartu keanggotaan adalah produk dalam bentuk mini, antara lain Super Volcanic Pore Clay Mask, Innisfree The Green Tea Seed Serum, dan Innisfree Orchid Enriched Cream. Kalau masker sih sudah saya ulas sebelumnya ya jadi kali ini saya akan mengulas serum dan pelembabnya. Saya akan mengulas serumnya terlebih dahulu berdasarkan apa yang saya rasakan.


Perawatan wajah sebenarnya hanya terdiri dari empat tahap namun dalam perawatan wajah ala Korea Selatan meluas menjadi sepuluh bahkan belasan tahap. Serum merupakan salah satu tahap yang ada dalam perawatan wajah ala Korea Selatan. Serum memiliki bentuk yang lebih kental dari toner dan lebih encer dari pelembab dan menurut saya serum Innisfree ini tergolong encer jadi lebih hemat dalam penggunaannya. Aromanya juga enak di hidung saya, tidak terlalu manis dan kuat.

Sama seperti ulasan di unggahan sebelumnya, saya menggunakan serum ini apabila saya maskeran. Hehehe. Saya merasa tidak cocok dengan serum ini. Saya memang tidak mengalami beruntusan tapi saya langsung memiliki dua atau tiga jerawat besar sekaligus setelah menggunakannya. Huhuhu. Jadi memang benar ya, produk Innisfree tidak membuat beruntusan? Hehehe.

Awalnya saya kira jerawat yang muncul hanya masalah hormon tapi ada seorang teman saya yang juga memakai serum ini. Teman saya ini bercuit di akun twitter-nya jika dia berjerawat setelah memakai serum ini dan menyimpulkan jika dia tidak cocok. Membaca cuitannya, saya jadi berpikir jika yang saya alami sama. Saya memutuskan untuk puasakan wajah saya dari serum ini untuk mengempeskan jerawat besar yang ada. Saat saya mencobanya lagi, wajah saya tidak berjerawat lagi dan saya terus menggunakan serum ini sampai habis karena sayang kalau tidak dihabiskan walaupun gratisan.

Tidak semua produk best seller dari perawatan wajah cocok di wajah kita, termasuk saya yang kurang cocok dengan serum ini. Mungkin karena permasalahan wajah saya tidak sesuai dengan serum ini sehingga kurang cocok. Harga serum ini juga termasuk menguras kantong ya seperti toner-nya, namun serum ini ada dijual dalam bentuk mini. Berbeda dengan rangkaian Super Volcanic Pore Clay Mask yang membuat saya galau untuk repurchase atau tidak, untuk serum ini saya tidak ragu untuk tidak repurchase. Hehehe.

Produk selanjutnya yang akan saya ulas adalah Innisfree Orchid Enriched Cream. Ini merupakan pelembab sekaligus anti aging yang tidak mengandung SPF atau UV Protection.


Saya suka pelembab ini dan ini merupakan produk Innisfree yang membuat saya tidak ragu untuk repurchase dari segi kualitas, fungsi, dan kecocokan. Hanya segi harga yang membuat saya berpikir panjang untuk repurchase. Hehehe. Saya menggunakan pelembab ini pada malam hari dan dibawa tidur tapi kadang saya gunakan juga di siang hari. Saat saya kondangan di siang hari, saya gunakan pelembab ini sebagai base sebelum dirias.

Karena ini merupakan produk anti aging, seorang teman saya ada yang bilang begini ke saya:

"Umur belum kepala 3 kenapa pakai anti aging sih? Pemborosan aja!"

Hahahaha! Jadi begini, saya kan termasuk perempuan yang telat mengenal produk perawatan wajah, selama seperempat abad saya hanya membersihkan wajah dengan air dan pembersih wajah, tidak pernah pakai sun protection juga. Jadi saya merasa kulit wajah saya mengalami penuaan dini, terlepas dari wajah saya yang memang terlihat lebih tua dewasa dari usia saya sebenarnya. Hahaha. Wajah saya memang tidak ada kerutan karena memang usia saya yang belum kepala 3 tapi ya saya merasa wajah saya mengalami penuaan dini. Hehehe. Saya belum pernah periksa usia kulit wajah ya jadi ini murni pendapat saya, belum tentu benar jika diperiksa. Mungkin juga karena wajah saya yang terlihat tua dewasa jadi saya merasa kulit wajah saya mengalami penuaan dini.

Mayoritas produk Innisfree sepertinya memang memiliki aroma yang ringan dan harum, termasuk pelembab ini. Jika dibandingkan dengan serumnya, pelembab ini lebih tidak lengket di tangan dan wajah. Pagi hari saya dibuat bahagia karena wajah saya terasa kenyal saat disentuh. Hehehe. Untuk harga, jangan ditanya! Hahaha. Semua produk yang ada embel-embel anti aging tidak ada yang murah! Pelembab ini merupakan salah satu produk Innisfree dengan harga mahal. Tapi memang karena faktor kecocokan jadi saya akan repurchase. Hehehe.

Jumat, 14 September 2018

Innisfree Jeju Volcanic Pore Cleansing Foam and Toner

Tidak afdol rasanya jika di ulasan sebelumnya saya menampilkan gambar pembersih wajah dan toner Innisfree tapi keduanya tidak ikut diulas. Hehehe. Saya akan mengulas pembersih wajahya terlebih dahulu baru kemudian mengulas toner-nya.


Nama produknya terdapat kata “volcanic”. Kalau saya pribadi langsung beranggapan jika produk ini berbau tidak enak seperti produk yang mengandung belerang. Untuk maskernya sih saya tidak mencium aroma yang mengganggu bahkan hidung saya seperti tidak mencium ada aroma apa-apa di maskernya. Ternyata pembersih wajahnya berbeda karena memiliki aroma yang enak. Aromanya tidak terlalu manis dan kuat seperti pembersih wajah merk lain yang pernah saya coba. Saya suka aromanya tapi ada waktu-waktu tertentu saya justru enek dengan aromanya, entah karena bosan atau apa.

Pembersih wajah ini mengandung bulir-bulir kecil dan halus yang tidak menyebabkan wajah kasar setelah menggunakannya. Wajah saya justru menjadi lebih kenyal dan enak disentuh setelah menggunakannya. Produksi minyak juga aman tapi pori-pori saya masih segitu-gitu saja. Petunjuk penggunaannya adalah membilas dengan air hangat tapi dari awal hingga pembersih wajah ini habis, saya tidak pernah membilasnya dengan air hangat dan tidak memberikan efek negatif di wajah saya. Untuk ukuran mini, pembersih wajah ini tergolong hemat. Saya katakan demikian karena saya hanya menggunakannya jika akan menggunakan maskernya. Hahaha. Jadi kalau saya tidak mau maskeran, saya tidak menggunakan pembersih wajah.

Kalau ditanya apakah saya akan repurchase produk ini, saya tidak bisa menjawab. Hehehe. Di ulasan sebelumnya kan saya bilang lebih tertarik untuk membeli scrub-nya jadi saya merasa pemborosan jika membeli ini dan scrub. Selain itu juga karena saya baru membeli pembersih wajah Garnier yang ukuran besar. Hehehe


Selanjutnya saya akan mengulas toner-nya. Jadi urutan penggunaan ketiga produk ini adalah pembersih wajah - toner - masker. Sama seperti pembersih wajahnya, saya menggunakan toner ini saat akan memakai maskernya jadi hemat digunakannya. Aroma toner ini hampir mirip dengan pembersih wajahnya tapi lebih ringan lagi. Kalau dibandingkan toner lain yang pernah saya gunakan, toner ini tidak terlalu membersihkan kotoran di wajah. Jadi kapas yang digunakan warnanya tidak berubah, kalaupun berubah ya tidak banyak berubah. Saya kurang paham ya mana yang seharusnya, setelah kita membersihkan wajah dengan pembersih wajah kemudian dilanjut toner. Haruskah kapasnya berubah warna? Hehehe

Selain itu, awalnya saya kira toner ini merupakan exfoliating toner karena maskernya dapat mengangkat sel kulit mati di wajah. Saya pernah membaca tanya jawab di salah satu unggahan pada akun instagram Innisfree Indonesia kalau ini hanya toner biasa sehingga tidak mengangkat sel kulit mati (maaf kalau salah tulis karena ingatan saya). Tapi ya menurut saya cukup beralasan kalau ini hanya toner biasa karena toner ini akan efektif dan maksimal jika digunakan secara bersamaan dengan pembersih wajah dan maskernya. Kalau semua bersifat exfoliate, habis dong kulit wajah kita kalau digunakan rutin dan jangka panjang.

Harga toner ini lumayan menguras kantong ya, apalagi dibanding toner merk lain dengan ukuran yang sama. Apalagi jika ini bukan exfoliating toner. Jadi saya beranggapan jika exfoliating toner harganya harus lebih mahal. Hahaha. Saya masih galau mau repurchase atau tidak. Tapi kemungkinan besar tidak ya, kecuali Innisfree menjual paket seperti ini lagi. Hehehe.

Kesimpulan yang saya bisa tarik adalah wajah saya kemungkinan besar cocok dengan rangkaian ini, mengingat Innisfree merupakan produk perawatan wajah yang tidak menyebabkan efek beruntusan jika tidak cocok. Hasil yang saya lihat tidak signifikan karena saya tergolong malas menggunakannya dan tidak sesuai petunjuk penggunaan yang seharusnya. Hehehe.

Innisfree Jeju Super Volcanic Pore Clay Mask

Hellooooo, I'm back! Hahahaha. Bulan Mei lalu HP jadul android kesayangan saya ngambek, disusul nomor HP yang sudah 8 tahun bersama hangus. Sedih banget kalo diinget. Hiks. Akhirnya saya bener-bener vakum dari dunia maya dan sekarang niat menulis saya sedang timbul :) Saya mau ikut kekinian dengan menulisan ulasan produk perawatan wajah yang saya gunakan setahun ini. Saya bingung mau mengulas yang mana terlebih dahulu tapi akhirnya memutuskan untuk mengulas ini. Ya, memang sudah sangat terlambat untuk mengulas ini karena sekarang sudah ada varian barunya! Hahaha. Tapi saya tetap akan mengulasnya sih :))



Sebelum mengulas, saya mau cerita dulu bagaimana perjalanan saya hingga akhirnya mau memulai perawatan wajah. Jadi setahun lalu saya baru memulai yang namanya perawatan wajah, ya walaupun lebih banyak malasnya daripada rajinnya. Selama ini sebenarnya saya amat sangat cuek dengan perawatan wajah karena lingkungan tempat saya menghabiskan waktu mayoritas tidak menggunakan skincare. Semenjak remaja hingga sekarang masih remaja saya hanya menggunakan facial foam dan terkadang masker untuk wajah karena saya juga hanya mengenal bedak dan lipstik untuk make up sehari-hari. Wajah saya tidak banyak diapa-apain kok jadi ya saya pikir tidak perlu ribet merawatnya.

Beberapa tahun lalu sebenarnya saya pernah diingatkan oleh seorang rekan kerja akan pentingnya merawat kulit wajah yang menjadi pembeda setiap orang. Tapi ya dulu mah skincare tidak menjamur seperti sekarang. Dulu mah cuma ada merk lokal dan wajah saya sombong karena banyak tidak cocok dengan produk lokal jadi saya cuma pakai facial foam untuk wajah. Jadi intinya saya "batu" untuk urusan perawatan wajah sampai akhirnya sadar di tahun 2017. Hahahaha

Masih melanjutkan cerita di atas. Saya diracuni oleh teman saya ketika saya menginap di rumahnya. Teman saya ini memiliki kulit wajah yang berminyak dan berjerawat dan masker ini memang diperuntukkan mereka yang memiliki wajah dengan minyak berlebih dan pori-pori yang besar. Wajah saya berminyak tapi masih dalam batas normal jika dibandingkan dengan teman saya tapi saya memiliki pori-pori yang besar (mau didempul make up setebal apapun, yang namanya pori-pori besar sulit disamarkan). Pada saat saya menginap, saya juga diracuni produk lain tapi yang saya ingat hanya ini dan water sleeping mask-nya Laneige. Keesokan paginya wajah saya memang terasa berbeda, lebih nyaman disentuh sehingga saya jadi tergoda untuk mencoba produk perawatan wajah lainnya.

Saya yang kebetulan sedang di Jakarta memutuskan datang ke gerai Innisfree yang ada di Central Park yang sedang mengadakan promosi, yaitu beli masker ini gratis toner dan facial foam ukuran kecil. Jadi dengan harga 190 ribu rupiah kita akan mendapat 3 barang. Nah, sekarang mari memasuki tahap mengulas produk. Hehehe


Setelah saya punya masker ini sendiri, saya jadi bisa menilai sendiri bagaimana pengaruh sebenarnya di wajah saya. Innisfree (menurut penuturan banyak orang) merupakan salah satu skincare yang tidak menimbulkan efek beruntusan di wajah jika tidak cocok dan ini berlaku di saya. Tapi ingat, harus sesuai petunjuk penggunaan ya, kalau tidak justru bisa menimbulkan jerawat besar atau beruntusan atau iritasi .

Memakai masker ini memberikan sensasi dingin di wajah saat menunggunya kering. Masker ini juga seperti memiliki aroma terapi karena setiap saya menunggu kering, saya sering merasa tenang dan mengantuk. Tidak enaknya adalah masker ini membuat wajah terik saat maskernya sudah kering. Masker ini harus dibilas maksimal 20 menit ya karena kalau lebih dari itu bisa membuat jerawatan. Saya pernah ketiduran selama kurang lebih setengah jam dan wajah saya jadi berjerawat keesokan harinya. Anjuran membilas masker ini adalah memakai air hangat, awalnya saya ikuti tapi lama-lama malas sehingga saya membilas dengan air biasa (setelah melihat YouTube channel-nya mbak Suhay Salim tentunya). Dan ternyata membilas dengan air biasa tidak menimbulkan efek negatif di wajah saya.

Saya yang tidak rutin memakainya (padahal hanya boleh digunakan maksimal 3x seminggu tapi masih aja males!) melihat tidak ada perubahan yang signifikan di wajah saya, pori-pori saya masih segitu-gitu saja. Tapi memang mengontrol produksi minyak di wajah karena wajah saya pernah menjadi kering saat saya lagi kesambet rutin memakainya. Memakai masker ini juga bisa membuat jerawat yang sudah timbul white head meredam. Saya pernah memakai masker ini, entah suhu ruangan panas atau suhu badan saya yang panas, masker ini tidak kering dalam 20 menit, padahal biasanya 5 menit saja kadang sudah kering. Waktu saya berkaca, ternyata wajah saya penuh keringat! Akhirnya saya bilas dan untungnya tidak menimbulkan efek negatif di wajah saya.

Sekarang sudah ada varian baru dari masker ini yaitu Super Volcanic Pore Clay Mask 2x. Menurut teman saya yang sudah mencobanya, memakai varian baru lebih enak dan tidak membuat wajah terik apabila maskernya sudah kering. Saya mau mencobanya tapi lebih besar rasa keraguan saya daripada rasa penasaran saya mencobanya. Hahaha. Masker ini hanya 100 ml tapi kalau dipakai seorang diri membutuhkan waktu lama untuk habis, karena produk perawatan wajah biasanya harus habis dalam waktu 6 bulan. Saya sekarang lebih tertarik dengan Jeju Volcanic Pore Scrub Foam-nya Innisfree. Semoga segera terlaksana untuk membelinya. Aamiin :)

Jumat, 27 April 2018

Konsistensi

Wohoooo... Sebulan sudah blog ini diabaikan. Tapi tenang, seorang Virzha masih tetap menulis kok. Jadi memang sebulan ini saya sok mencari kesibukan lain (padahal emang ga sibuk juga sih), yaitu mencoba peruntungan di UC Media.

Sejujurnya saya galau sekaligus senang menulis di UC Media.Senang karena memang tertantang, karena ada aturan yang harus diikuti sehingga membuat saya menjadi belajar dan terus belajar dalam menulis. Galau karena dari awal, saya memilih kategori Musik sebagai ladang garapan tulisan saya. Tapi nyatanya pembaca di tulisan saya sangat minim. Lalu saya tergoda menulis kategori Film dan boom! Ya, tulisan saya mulai meningkat pembacanya! Terlebih ketika kemarin saya menulis tentang Film Avengers: Infinity War.

Meningkatnya jumlah pembaca tidak berpengaruh terhadap poin indeks yang saya dapatkan karena saya menulis di luar kategori saya. Itu sedih banget rasanya, apalagi rekomendasi tema yang muncul di saya adalah kategori lain di luar kategori Musik. Poin indeks ini berpengaruh supaya saya bisa mendapatkan berbagai macam keuntungan, salah satunya monetasi pendapatan.

Dua hari lalu saya iseng mengganti foto profil saya di UC Media dan sampai detik ini foto profil saya belum berganti. Hahahaha. Saya pun, kalau tidak salah, hanya bisa satu kali berganti kategori. Ini makin menambah kegalauan saya. Apakah saya harus konsisten di kategori Musik atau berpindah ke kategori lain? Ya, memang kategori Gosip menjadi kategori yang sangat menjanjikan tapi itu bertentangan dengan prinsip saya, pertanggungjawabannya besar. Kalaupun pindah, memang kategori Film sepertinya menjanjikan tapi saya sekarang sudah jarang menonton. Huhuhu

Saya tidak menyangka jika menulis di UC Media bisa membuat saya galau. Hehehe. Melihat saya yang berganti foto profil saja lama, berarti untuk mengubah kategori yang saya garap juga akan lama karena saya tidak bisa mengubah profil saya yang lain jika foto profil saya belum disetujui atau ditolak oleh pihak UC Media. Hanya satu yang bisa saya lakukan selama menunggu sih, yaitu tetap menulis :)

Selasa, 27 Maret 2018

Review Film: The Last Word (2017)

Setelah terkena serangan nyeri haid, saya menjadi malas untuk menulis :( Sebenarnya banyak yang ingin saya tuliskan tapi karena nyeri haid semuanya buyar dan berlanjut selama berhari-hari. Kali ini saya mau mencoba me-review film yang "ngena" di hati saya yang berjudul The Last Word. Saya mau review ya bukan menulis resensi atau sinopsisnya, dan saya kaitkan dengan apa yang saya rasakan setelah menontonnya :)

Awal mula saya menonton film ini hanya iseng. Pada saat itu, bookmyshow bekerjasama dengan Telkomsel untuk promo pembelian tiket nonton di bioskop dengan menukar poin Telkomsel. Karena saat itu saya masih mahasiswa yang uang jajannya terbatas, tidak salah dong kalau saya memanfaatkan gratisan :)) Saya hanya bermodalkan ongkos PP dari tempat kos menuju bioskop. Saya memutuskan untuk menonton di CGV MOI karena saat itu hanya CGV MOI yang tidak perlu menambah biaya lagi untuk menonton :)) Jadi ya memilih film yang ada di situ dan itu adalah film The Last Word.

Sumber: http://www,imdb,com/title/tt5023260/

Saat menonton film, tidak jarang saya tertawa karena kekonyolan para pemainnya. Emosi saya cukup terbawa selama film berlangsung dan saya sempat meneteskan air mata :( Walaupun film ini mendapat rating yang biasa saja (bahkan jelek), tapi saya mendapat "pesan" dari film ini. Ya, selera saya tentang musik, film, dan yang lainnya sepertinya cukup "unik" :)) Karena ketika sebuah karya banyak diapresiasi baik oleh orang, saya justru mempertanyakan di mana letak bagusnya? Begitu pula ketika sebuah karya mendapat apresiasi buruk dengan menjelaskan ini itu, saya mempertanyakan di mana keburukannya?

Oke, lanjut ke filmnya. Saya baru tahu kalau di luar negeri sana, di surat kabar harian akan ada pojok berita untuk berita kematian seseorang yang berpengaruh atau setidaknya pernah memiliki posisi penting. Entah memang demikian atau hanya ada di film ini saja. Kalau di Indonesia, berita kematian yang ada di surat kabar biasanya berbayar seperti iklan.

Di film ini menceritakan tentang Harriett Lauler (Shirley MacLaine), seorang wanita tua yang menyebalkan. Suatu pagi dia membaca pojok berita tentang kematian seseorang yang ia kenal. Menurutnya, apa yang ditulis sang penulis adalah melebih-lebihkan karena sosok yang telah meninggal tidak seperti yang dituliskan. Lalu, karena penyakit yang diidapnya dan vonis dokter yang menyebut hidupnya tidak lama lagi, ia berniat berubah. Ia sadar bahwa selama ini dia cukup menyebalkan dan apabila meninggal nanti maka tidak ada yang akan menulis hal baik tentangnya di surat kabar.

Ia menyewa seorang penulis berita kematian, yaitu Anne Sherman (Amanda Seyfried) dan juga mengangkat anak dari panti asuhan, yaitu Brenda (AnnJewel Lee Dixon). Bertiga mereka menjadi tokoh utama di film ini. Sekian lama mereka menjalani kehidupan sehari-hari bersama hingga akhirnya hari kematian Harriett Lauler tiba. Anne Sherman akhirnya menuliskan apa yang selama ini ia alami bersama Harriett Lauler selama sisa hidupnya, menuliskan apa yang sebenarnya, tidak dilebihkan dan dikurangi.

Film ini mengajarkan kita tentang bagaimana seseorang ingin diingat sebagai orang baik setelah kematiannya, betapa orang tersebut menyebalkan ataupun jahat. Prinsip saya seketika berubah, jika ingin tahu bagaimana seseorang yang tidak begitu dekat dengan kita, lihatlah saat dia meninggal. Mungkin terlambat tapi itulah penilaian yang sesungguhnya, tidak ada rekayasa :)

Rabu, 21 Maret 2018

Saya dan Olahan Bunga Telang Biru Kering

Di zaman now sekarang ini, tentunya kita tidak asing dengan istilah vlogger, selebtweet, selebgram, dan istilah kekinian lainnya untuk orang yang memberikan pengaruh di kalangan masyarakat. Ya, entah sejak kapan saya mengikuti selebgram bernama Tiya Rahmatiya, selebgram yang terkenal karena rajin membagikan resep dan tutorial memasak. Suatu ketika, beliau di-endorse oleh toko yang menjual bunga, benih, dan bibit bunga telang biru.

Saya yang kepo dengan bunga telang akhirnya berselancar di mbah google untuk mencari tahunya. Dan hasilnya? Banyaaaakk :)) Tapi saya masih belum ada gambaran tentang tanaman ini karena saya baru pertama kali mengetahuinya. Banyak yang bilang kalau bunga telang ini seperti tanaman liar tapi saya sebagai anak generasi 90an tidak pernah melihatnya di lingkungan tempat tinggal saya :( Bahkan keluarga dan tetangga saya, serta banyak teman saya (yang masa kecilnya tinggal berbeda kota dengan saya) juga tidak mengetahuinya -.-

Usut punya usut ternyata bunga telang ini sedang naik daun bersama beberapa tanaman lainnya karena kandungan yang dimilikinya dan biasanya dikonsumsi layaknya teh. Yang saya ingat khasiat dari bunga telang antara lain sebagai antioksidan, obat sakit batuk, obat bronkitis, obat iritasi mata, melancarkan haid atau menambah kesuburan wanita yang sudah menikah (promil), mengurangi uban, dan sebagai pewarna panganan alami (seperti pandan dan kunyit). Sebenarnya masih banyak khasiat lainnya namun itu yang saya ingat karena sepertinya "gue banget nih" :)) Bunga telang ini katanya ada warna pink dan putih juga namun jarang sehingga yang terkenal hanya si biru saja.

Saya yang semakin kepo dengan tanaman ini akhirnya memutuskan untuk membeli bunga telang biru yang telah dikeringkan. Saya berkreasi mengolah si biru ini menjadi berbagai macam panganan. Pertama kali saya tentunya mencoba membuat teh biru yang sangat sederhana, tinggal diseduh saja dengan air panas :)) Teh biru ini kalau dicampurkan dengan jeruk (jeruk apa saja) akan berubah warna menjadi ungu loh. Begini penampakannya.


Rasanya? Aneh :)) Ya, saya yang sebelumnya pernah mengkonsumsi air rebusan dedaunan merasakan aneh saat meminum teh biru dan teh ungu ini. Tidak hanya aneh di lidah tapi saya juga merasa pusing setelah meminumnya tapi saya tetap menghabiskannya. Beberapa hari kemudian saya mencoba si biru sebagai pewarna makanan dan saya membuat nasi kerabu ala-ala, seperti ini....


Rasanya? Aneh juga! Hahahahahahaha. Saya mengikuti resep yang membuat nasi kerabu tanpa bumbu dan tanpa santan, hanya memakai daun salam, daun jeruk, dan serai sebagai pengharum. Saya tidak pernah makan nasi kerabu asal Malaysia jadi saya hanya ikut-ikut resep yang berseliweran saja :)) Saya mengikuti resep ini karena sederhana. Lagi-lagi saya terpaksa menghabiskannya walaupun rasanya aneh :( Kali ini saya tidak merasakan pusing seperti sebelumnya :)

Lalu saya juga mencoba membuat Nam Dok Anchan khas Thailand. Lagi-lagi aneh di lidah saya dan saya kebanyakan gula saat membuatnya :( Saya tidak mendokumentasikannya karena tidak eye catching. Penampakannya seperti teh biru dan teh ungu juga, menurut saya hijau dari pandannya tidak terlalu nampak (dilihat dengan mata telanjang maupun di kamera).

Masih belum puas, saya bereksperimen lagi dan mencoba membuat puding susu biru. Dan lagi-lagi rasa aneh menyerang saya! :( Rasanya benar-benar aneh dari berbagai macam puding yang pernah saya makan, bentuknya juga jelek sehingga tidak didokumentasikan. Walaupun rasanya aneh, untungnya Nam Dok Anchan dan puding susu biru ini tidak membuat saya pusing setelah mengkonsumsinya.

Empat kali merasakan rasa yang di luar ekspektasi, apakah membuat saya berhenti? Tentunya tidak! Hahahaha. Karena saya membeli agak banyak tentunya mubazir kalau dibuang kan? :)) Lalu percobaan berikutnya adalah membuat mie. Dan ternyata hasilnya tidak biru seperti yang diharapkan. Awalnya adonan mie yang dibuat biru namun setelah dicampur batu kik atau soda abu, warna birunya berubah menjadi hijau :)) Warna hijaunya berbeda dengan warna mie yang memakai bayam atau sawi sebagai pewarnanya. Dan lagi-lagi tidak saya dokumentasikan karena sudah terlanjur kecewa :))

Lima kali bereksperimen dengan lima macam panganan yang berbeda namun rasanya sama membuat saya benar-benar bingung. Banyak orang yang menikmati si biru ini tapi kenapa saya tidak? :( Masih penasaran dan akhirnya pada percobaan berikutnya saya hanya membuat susu biru. Kali ini saya dokumentasikan karena warnanya lumayan bagus. Rasanya? Bisa dijawab sendiri yaa! :))


Kesimpulannya adalah, lidah saya tidak cocok dengan rasa bunga telang biru ini dan sesekali saya pusing setelah mengkonsumsinya. Kalau hanya sekali dua kali rasanya aneh, mungkin saya belum terbiasa tapi saya sudah berkreasi ini itu dan berakhir sama, mungkin lidah saya tidak cocok dengan si biru :( Padahal khasiat si biru ini "gue banget" loh :(

Apa kalian ada yang senasib dengan saya?

Winnie The Pooh

Saya bukan orang yang fanatik menyukai sesuatu. Misalnya ada orang yang sangat menyukai warna biru, saya sendiri bingung menyukai warna apa :)) Setidaknya saya membeli pakaian, tas, sepatu, ponsel, dan benda-benda lainnya dengan warna netral atau warna yang stoknya tersedia. Saya tidak ambil pusing soal itu. Tapi saya dicap orang yang menyukai warna kuning dengan kebanyakan teman-teman saya :))

Sama seperti warna kuning, saya pun dicap orang yang menyukai Winnie The Pooh, dan saya beberapa kali mendapat kado yang berbau beruang madu tersebut :)) Awal mulanya saat saya SMA dulu, seorang teman saya menyimpan kontak saya di ponselnya dengan gambar Winnie The Pooh. Alasannya simpel, dia bilang saya mirip Winnie The Pooh :)) Masih belum jelas sampai saat ini mirip yang seperti apa yang teman saya maksud, apakah fisiknya atau kepribadiannya atau keduanya. Setelahnya, kalau ditanya saya menyukai karakter Disney yang mana? Ya saya jawab Winnie The Pooh :))

Saya pernah ke perpustakaan fakultas di kampus almamater saya, bukan untuk mencari buku, hanya supaya terlihat seperti anak-anak rajin lainnya :)) Saya hanya berkeliling melihat koleksi buku apa saja yang ada dan menemukan buku berjudul "Pooh and The Philoshopers" karya John Tyerman Williams. Begini penampakan bukunya.


sumber: https://www,abebooks,com/9780413700001/Pooh-Philosopher-Wisdom-John-Tyerman-0413700003/plp

Sebagai orang yang dicap menyukai Winnie The Pooh, akhirnya saya meminjam buku tersebut. Karena batas peminjaman buku adalah dua minggu jadi saya membacanya selama dua minggu. Sebenarnya bisa saja memperpanjang masa peminjaman, namun saya malas :))

Membaca buku tersebut membuat saya berpikir kalau karakter Winnie The Pooh ini bukanlah sembarang karakter. Di antara banyaknya karakter Disney, hanya Winnie The Pooh lah yang dijadikan judul buku, filsafat pula. Kalau karakter lain mungkin hanya sebatas buku bacaan dongeng anak-anak saja. Dan semenjak saat itu, saya sedikit bangga dicap sebagai penyuka karakter Winnie The Pooh :)

Ternyata, bukan hanya "Pooh and The Philoshopers" saja loh buku yang memakai karakter Winnie The Pooh, masih ada "The Tao of Pooh" karya Benjamin Hoff; "Winnie The Pooh" dan "The House at Pooh Corner" karya A.A. Milne; dan buku-buku anak lainnya. Jadi, apakah kalian pernah membaca buku dengan karakter Winnie The Pooh?