Senin, 28 Maret 2011

TITIPAN

“masalah hanyalah titipan yang nantinya akan mendewasakanmu dan membuatmu lebih bijak”


Masalah yang kali ini dititipkan padaku adalah kamu! Kamu yang sudah menghancurkan semuanya! Semua yang berawal dari ketidaksengajaan kita saat bertemu di negeri orang. Saat itu kita sama-sama ikut travel untuk berlibur ke Australia.
Siapa sangka bila dari 8 peserta travel, 6 diantaranya adalah pasangan kecuali kita. Keadaan itupun membuat kita mau tidak mau menjadi dekat karena yang lain memang memiliki dunia sendiri-sendiri.

Kepergianku ke Australia sebenarnya hanyalah untuk menghindari masalah. Masalahku dengan suamiku. Ya, aku memutuskan untuk menikah muda dengan orang yang usianya dua kali lipat dari usiaku.
Mana ku tau kalau menikah dengan orang yang usianya jauh lebih tua dari kita tidak akan ada masalah! Semua jauh dari harapanku 3 tahun lalu. Entah apa yang merasukiku 3 tahun lalu sehingga aku mau menikah dengannya.

Namanya Fano. Ternyata usianya tidak begitu jauh berbeda denganku, hanya berbeda 5 tahun. Kedekatan kami membuat kami saling bercerita tentang kehidupan kami.
Sekali lagi, karena aku pergi untuk menghindari masalah, melupakan masalahku sejenak, maka aku hanya bercerita yang baik-baik saja tentang hidupku. Aku tidak bilang bila aku sudah menikah. Lagipula siapa dia? Baru kenal! Dalam kamus hidupku, orang yang baru ku kenal tidak pantas tau tentangku lebih dalam.
Berbeda dengan Fano yang begitu terbuka padaku. Ternyata dia ke Australia juga untuk menghindari masalah dengan tunangannya.

“Jadi kenapa kamu pergi ke Australia?”
“Hanya berlibur, penat dengan kehidupan di Jakarta. Kamu?”
“Menghindar..”
“Dari seseorang atau dari masalah?”
“Masalah dengan seseorang..”
Aku terdiam. Aku juga bukan tipe orang yang ingin tau urusan orang lain. Terlebih orang itu sangat baru ku kenal.
“Tunanganku..”
“Hah? Kenapa? Tunangan?”
“Kamu melamun ya? Iya, tunanganku. Dia ingin agar aku segera menikahinya..”
“Wajar bukan? Wanita butuh kepastian! Aku juga akan melakukan hal yang sama bila di posisi tunanganmu!”
“Maksudmu? Aku harus segera menikahinya?”
“Tentu saja! Mau apa lagi memangnya? Kamu bertunangan dengannya adalah wujud keseriusan hubungan kalian bukan?
“Bukan.. Bukan begitu. Ini tak seperti yang kamu pikir..”
“Lalu?”
“Aku tidak mencintainya sedikit pun..”
“Lalu untuk apa kamu bertunangan dengannya? Mau mempermainkan perasaannya?”
“Tidak! Bukan! Bisakah kamu tidak lebih dulu men-judge? Bisakah kau mendengar ceritaku tanpa memotong?”

Aku kaget. Dia seperti bercerita dengan orang yang sudah begitu dekat dikenalnya. Aku pun hanya mengangguk sambil mengernyitkan dahi. Dan dia pun melanjutkan ceritanya.

“5 tahun lalu kami berkenalan. Dari awal aku memang tidak mempunyai perasaan yang lebih kepadanya. Biasa saja. Bahkan sampai sekarang.
Sampai dua tahun lalu, dia mengalami kecelakaan hebat. Dia koma selama beberapa hari. Saat koma dia selalu menyebut namaku, selalu. Saat itu aku tau kalau ternyata dia menaruh hati padaku.”

Sejujurnya aku tidak fokus pada ceritanya. Aku asyik jalan-jalan dengan pikiranku sendiri. Lagipula siapa suruh dia ingin aku hanya mendengar tanpa dipotong sedikit pun? Tiba-tiba dia minta pendapatku.

“Jadi bagaimana menurutmu?”
“Apa? Kenapa? Maaf, kamu bercerita terlalu cepat..”
“Harus ku ulang dari awal?”
“Aaaah, tidak! Tidak perlu! Bila aku di posisimu, aku akan mengikuti kata hatiku walau mungkin kata hatiku itu salah. Tapi ada rasa kepuasan tersendiri bila kita mengikuti kata hati kita. Menyesal atau tidak, itu belakangan. Karena penyesalan memang selalu hadir di belakang, bukan?”

Kali ini dia yang bengong dengan ucapanku. Aku kan hanya asal bicara agar dia tidak marah karena aku tidak mendengarkan certanya.

“Ada yang salah?”
“Tidak! Tiap orang bebas berpendapat. Dan kamu benar-benar mengejutkanku dengan jawabanmu!”
“Oh ya? Mengapa?”
“Baru kamu yang menanggapi demikian! Ikuti kata hati!”
“Kalau kamu memang ragu, ikuti saja kata hatimu! Aku wanita, wajar aku mengikuti perasaanku! Aku tidak mau banyak berpikir yang nantinya akan menambah masalah lagi!”

Gayaku seperti orang tegar yang berani menghadapi masalah saja. Padahal aku sama galaunya dengan dia. Lebih galau malah! Mau bagaimana lagi? Aku tidak mau dia tau kalau aku punya masalah yang jauh lebih rumit dari dia.
Begitulah selama seminggu. Ada saja selingan tentang masalahnya. Dan aku selalu menanggapinya dengan sok bijak! Itu masalahmu, dan kamu yang harus memutuskan penyelesaiannya, bukan? Jadi aku pikir pendapatku tidak akan berpengaruh pada keputusannya.

Akhirnya tiba saatnya kembali ke Indonesia, kembali berkutat dengan penatnya kehidupan di Jakarta dan masalah lamaku! Tapi kembalinya kami ke Indonesia tidak menyurutkan komunikasi diantara kami. Kami malah tambah dekat.
Kedekatan kami berujung pada perselingkuhan kami. Fano tidak juga menikahi tunangannya. Dan aku juga masih dengan suamiku, tentu saja hal ini tidak diketahui Fano.

Entah apa yang merasukiku sehingga aku memilih berselingkuh dengan Fano. Aku merasakan sesuatu yang lain dari Fano, cinta yang lebih tulus dari suamiku!
Sampai-sampai aku berani melakukan hubungan intim dengannya. Awalnya memang kami hanya sekedar menyalurkannya dengan ciuman yang penuh nafsu. Siapa sangaka kami jadi makin berani?

Ada kenikmatan tersendiri bercinta dengan Fano! Aku malah lebih sering melakukannya dengan Fano daripada suamiku sendiri! Setidaknya aku beruntung karena aku tidak hamil setelah selama beberapa bulan aku rutin bercinta dengannya. Sampai suatu ketika, yang aku takutkan terjadi! Aku hamil dan aku tidak tau sperma siapa yang telah membuahi sel telurku. Suamiku sendiri atau Fano?
Suamiku menyadari keanehanku. Suamiku juga bertanya apakah aku sudah datang bulan atau belum.

“Akhir-akhir ini kamu makannya banyak yaa?”
“Masa’ sih, Mas?”
“Iya.. Jangan-jangan kamu hamil?”
“Apa? Hamil? Gak deh..”
“Loh, kok gitu jawabnya? Gimana kalo kita periksa ke dokter aja?”

Aku terdiam! Kenapa suamiku begitu perhatian padaku? Di saat begini justru dia semakin perhatian. Aku takut kalau anak ini anak Fano! Sangat takut bagiku untuk menghadapi kenyataan ini! Masalahku berganti lagi sekarang!

Ternyata aku positif hamil. Rasanya aku ingin keguguran saja! Aku tidak peduli dengan anak di dalam rahimku ini! Sangat-sangat tidak ingin peduli! Aku pun memberanikan diri berbicara pada Fano masalah kehamilanku ini.

“Aku hamil....”
“Apa? Hamil? Bagus dong! Aku jadi punya alasan untuk menikahi Gina!”
“Apa? Bagus katamu?”
“Ada yang salah? Aku mencintaimu! Aku akan bertanggunjawab akan kehamilanmu ini!”
“Aku sudah menikah! Saat aku melakukannya denganmu, aku juga rutin melakukannya dengan suamiku! Aku tidak tau ini anak siapa! Aku tidak tau! Aku bingung! Aku takut!“

Fano kaget bukan main! Dia amat kecewa denganku! Wanita yang dianggapnya sempurna benar-benar sempurna! Sempurna menghancurkan hidupnya! Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hening pun menyelimuti kami.
Suamiku malah sibuk mempublikasikan kehamilanku ini kepada semuanya! Suamiku pun melakukan syukuran atas kehamilanku ini dengan mengundang semua saudara dan kerabat. Aku kaget saat melihat Fano datang di acara syukuran atas kehamilanku.

Ternyata Fano adalah keponakan suamiku. Aku shock! Rasanya aku ingin mati detik ini juga! Aku hanya bisa mematung! Betapa tidak! Dosa apa yang sudah ku perbuat ke suamiku? Aku dan Fano sama terkejutnya! Ketika pernikahanku dengan suamiku, Fano memang tidak datang karena sedang ke Kanada. Kami juga tidak pernah bertemu dalam acara keluarga apa pun. Jadi kami memang tidak saling mengenal!
Aku dan Fano hanya bisa saling memandang dan berharap anak yang aku kandung adalah anak suamiku! Bukan anak Fano! Dan hanya waktu sekarang yang bisa menjawab pertanyaanku dan Fano!

“anak ini, masalah ini...
keduanya sedang dititipkan padaku!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar